InfoSAWIT, JAKARTA – Bulan Juli tahun 2023 Dinas Perkebunan Provinsi Riau mengadakan sosialisasi percepatan kemitraan petani sawit swadaya. Defris Hatmaja, Kepala Bidang Pemasaran menjelaskan baru terdapat 11 Koperasi yang telah bermitra dengan Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) dengan luas lahan 4.760 hektar. Sangat rendah dibandingkan luasan lahan petani swadaya 1,5 juta ha di Provinsi Riau.
Kegiatan ini dilakukan di seluruh wilayah kabupaten/kota Provinsi Riau, dengan harapan muncul kemitraan baru. Dengan adanya kemitraan petani mendapatkan harga penetapan dari Dinas Perkebunan. Selanjutnya petani akan direkomendasikan dalam tim penetapan harga, sehingga petani sawit swadaya tidak hanya menjadi objek namun menjadi subjek dalam penetapan harga TBS kelapa sawit.
Provinsi Riau memiliki luas kebun kelapa sawit 2,7 juta ha dengan pembagian petani swadaya 1,76 juta hektar (61,65%), 1,02 juta hektar (35,72%) akan ditanam oleh perkebunan besar swasta, 80.000 hektar (2,63%) ditanam di perkebunan besar milik negara, ini menjadi perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Dalam penelitiannya Anggraini (2018) menyebutkan bahwa dalam jangka pendek dan panjang, industri kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Riau. Lebih lanjut, Afrila et al. (2022), perkebunan kelapa sawit memberikan manfaat sosial termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, perluasan lapangan pekerjaan, kontribusi pada pembangunan daerah, dan peningkatan perekonomian pedesaan.
BACA JUGA: Harga CPO Diprediksi Menguat Mulai Juni, Diperdagangkan Antara RM 3.900 hingga RM 4.150 per ton
Di sisi lain petani sawit swadaya mengalami banyak kendala dalam melakukan kemitraan. Sebagian besar petani belum membentuk kelompok, selain itu banyak kelompok tani berjalan. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil penelitian Nggarang et al. (2021) menemukan bahwa pelaksanaan penerapan harga TBS yang diamanatkan oleh permentan Nomor 01/Permentan/Kb.120/1/2018 dilakukan saat lembaga tani belum mapan. Pada tingkat akar rumput kelompok tani swadaya juga banyak yang belum terbentuk. Sehingga pada proses penetapan, partisipasi petani pekebun dalam proses verifikasi ditingkat provinsi minim.
Kemitraan Petani-PKS: Kunci Memutus Tata Niaga yang Panjang
Di Kecamatan Rakit Kulim Kabupaten Indragiri Hulu, pola tata niaga yang umum dilakukan yaitu petani menjual TBS kepada tengkulak. Salah satu tengkulak adalah Syafi’i, ia menjelaskan bahwa mengambil untung sekitar 200 sampai dengan 300 rupiah. Tengkulak harus meminjam delivery order (DO) agar bisa memasukan TBS sawit kepada PKS. Setiap kilogram dikenai biaya 30 sampai 50 rupiah.
Ramto menjelaskan bahwa untuk pencairan DO juga melibatkan vendor untuk membayarkan DO pada tengkulak. Vendor dibutuhkan karena PKS membayarkan TBS dari DO setiap satu minggu hingga satu bulan sekali. Di lain sisi, petani yang menjual kepada toke dibayarkan secara cash. Sehingga pemilik DO meminjam dana kepada vendor. Jasa yang dibayarkan kepada vendor antara 30 sampai 50 rupiah.
BACA JUGA: Disbun Kaltim Adakan Sosialisasi Pengawasan Peredaran Benih Ilegitim di Desa Klempang Sari
Beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa daerah lain juga mengungkapkan hal serupa. Menurut Azkiah, (2021) penelitian di Kabupaten Indragiri Hulu, Pratama et al., (2018) melakukan penelitian di Kabupaten Bengkalis dan Rahayu, et al., (2021) melakukan penelitian di Kabupaten Rokan Hulu. Ketiga penelitian menjelaskan bahwa petani sawit swadaya menjual TBS kepada tengkulak.