InfoSAWIT, JAKARTA – Minyak sawit berkelanjutan menjadi bagian dari peradaban manusia yang dilakukan secara bersama para pemangku kepentingan minyak sawit. Lantaran, minyak sawit berkelanjutan menjadi bagian dari kesepakatan sukarela dari para pelaku usaha perkebunan, produsen produk hilir minyak sawit, pedagang hingga konsumen minyak sawit di pasar global.
Kesepakatan sukarela yang dilakukan, dengan menerapkan berbagai prinsip dan kriteria berkelanjutan yang berlaku universal dengan menggunakan pihak ketiga yang kompeten sebagai auditor. Sebut saja sertifikasi universal seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang hingga dewasa ini beranggota lebih dari 8.000 yang asal keanggotaannya multi stakeholder dari banyak negara.
Pada perdagangan minyak sawit sebagai bahan bakar, juga dikenal sertifikasi International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) yang dipersyaratkan Uni Eropa bagi produk biodiesel yang diperdagangkan bagi 27 negara anggotanya. Keberadaan ISCC, tidak hanya menyaratkan keberlanjutan semata, melainkan juga mewajibkan perhitungan Carbon guna memastikan produk biodiesel sebagai produk hijau yang ramah lingkungan.
BACA JUGA: Perempuan di Sawit Kerap Hadapi Ketidakadilan Gender, Dianggap Tidak Ada
Kesepakatan sukarela yang telah dilakukan secara bersama-sama tersebut, juga diperkuat dengan komitmen dari pemerintah berbagai negara-negara produsen minyak sawit berkelanjutan yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit. Sebagai produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar dunia, Indonesia menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) secara mandatori. Demikian pula, dengan Negara Malaysia, yang menyaratkan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) yang juga berlaku secara mandatori.
Keberlanjutan yang dimulai dari para pelaku perkebunan kelapa sawit, juga terus berkembang hingga sepanjang mata rantai produksi CPO. Dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang berlokasi di perkebunan kelapa sawit, hingga para pemasok bahan bakunya yang berupa hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) yang banyak dihasilkan petani kelapa sawit plasma dan swadaya di sekitarnya.
Tak hanya pemasok TBS, prinsip dan kriteria berkelanjutan juga diterapkan dari sejak awal perkebunan dilakukan. Pada saat pembukaan perkebunan kelapa sawit dikenal dengan nama New Planting Procedure (NPP) menjadi bagian dari prinsip dan kriteria berkelanjutan yang harus dilakukan pelaku usaha perkebunan kelapa sawit.
BACA JUGA: 55 Petani Sawit Asal Siak dan Kampar Peroleh Pelatihan Panen dan Pascapanen
Membuka lahan tanpa pembakaran, penggunaan benih unggul sawit, pupuk ramah lingkungan, dalam ranah praktek budidaya terbaik dan berkelanjutan, menjadi bagian dari prinsip dan kriteria berkelanjutan yang banyak dilakuka pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Kendati sulit dan banyak tantangan yang dihadapi, namun banyak pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang telah berhasil mendapatkan sertifikasi ISPO, RSPO dan ISCC di Indonesia.